123conter

Minggu, 01 November 2009

KESALAHAN BERBAHASA AKIBAT TERJEMAHAN SALAH KAPRAH

Apakah Anda kira bahasa itu hanyalah sekadar alat untuk berkomunikasi dengan orang lain? Sesuatu yang secara alami dapat dilakukan semua orang, seperti berjalan kaki? Jika iya, tak salah memang, tapi pemahaman Anda sangat sempit. Tak tahukah Anda bahwa bahasa adalah penyampai ide, gagasan, dan ungkapan perasaan kepada orang lain dengan varian yang berjuta-juta tiap kalimatnya? Bila Anda sanggup menyebutkan nama-nama warna di dunia, lalu merangkainya, itu tak seberapa dibandingkan dengan bahasa yang berjuta-juta varian! Nah, bila Anda ingin mengungkapkan isi hati secara tepat agar orang lain tahu maksud Anda, bahasa adalah nyawa Anda untuk mengungkapkannya!

Pepatah mengatakan, bahasa menunjukkan bangsa. Tak hanya itu, bahasa juga mencerminkan pribadi seseorang dan juga karakter masyarakat. Berkaca pada bangsa lain, Pemerintah Jepang bisa bangkit dari keterpurukan karena mereka benar-benar memproteksi masyaratnya dari pengaruh luar pasca perang dunia II, sampai-sampai hampir seluruh masyarakat Jepang tidak mengetahui bahwa bangsanya pernah menjajah bangsa-bangsa lain di Asia. Sejarah kelam itu disimpan rapat-rapat dalam perpustakaan rahasia milik pemerintah. Bila pergi ke Jepang, tak akan Anda temukan adanya tulisan mengenai penjajahan yang telah mereka lakukan. Diyakini hal inilah yang membuat bangsa Jepang dapat berkembang pesat. Di Jepang, bahasa Inggris baru mulai diajarkan pada murid kelas X (kelas 1 SMU). Seperti pepatah di atas, masyarakat kita tak pernah maju karena selalu mengekor bangsa lain, ‘hanya’ karena masalah bahasa.

Sejak dahulu hingga sekarang, pemerintah belum memberikan proteksi terhadap pengaruh bahasa asing. Dalam lingkup LIPI, hanya sanggup menghasilkan KBBI yang merujuk pada kosakata, dikumpulkan dari Balai Bahasa yang digadang-gadang jadi “polisi bahasa”. Namun, peran LIPI masih belum terasa dengungnya, Balai Bahasa hanya mengadakan lomba-lomba penulisan karya sastra, serta masih kurang melakukan tindakan konkret untuk menyelamatkan bahasa. Dinas Pendidikan yang diberi mandat untuk memberikan pengajaran bahasa Indonesia yang baik, namun tidak kompeten di tingkat bawah (tingkat guru). Buktinya, penguasaan bahasa Indonesia yang benar hanya sampai pada guru bahasa Indonesia (dan di kalangan guru sering juga terjadi perdebatan). Dengan kata lain, tidak seluruh guru, minimal, mampu menguasai mempraktikkan bahasa Indonesia dengan tepat. Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Ejaan Yang Disempurnakan yang disusun LIPI pun belum cukup memberikan solusi dalam permasalahan penggunaan bahasa Indonesia yang benar. Buku Tata Baku Bahasa Indonesia masih terasa asing di telinga sebagian besar editor, penulis skrip di media televisi, wartawan, maupun penerjemah. Rata-rata hanya dijadikan penghias ruang kantor.

Bahasa Indonesia mempunyai berbagai macam permasalahan pelik dalam strukturnya, misalnya karena pengaruh bahasa daerah serta asing. Pengaruh bahasa daerah terjadi pada tingkat logat/pelafalan dan struktur dalam pemakaiannya. Namun, pengaruhnya masih dalam lingkup regional saja. Sementara itu, pengaruh bahasa asing, selain dalam kosakata, juga memengaruhi struktur sintaktiknya, sedangkan lingkupnya sudah me-nasional.

Selama ini memang para ahli bahasa cenderung mengungkit-ungkit masalah pengaruh dalam kata dan frase bahasa Inggris dan bahasa Belanda dalam bahasa Indonesia. Seiring perkembangan zaman, banyak orang belajar bahasa Inggris. Namun, mereka yang belajar bahasa Inggris belum menguasai bahasa Indonesia yang baik dan benar terlebih dulu. Akibatnya, mereka terkadang berbicara bahasa Indonesia memakai struktur Inggris. Dengan kata lain, pengaruh bahasa Inggris terhadap bahasa Indonesia tidak hanya pada tingkatan kata dan frase, tetapi telah sampai pada tataran kalimat.

Kesalahan konstruksi frase
Sebelum mengulas tentang kesalahan konstruksi frase, simak terlebih dahulu dasar pembagian konstituen dalam kalimat. Konstituen merupakan konstruksi yang membentuk struktur kalimat, misalnya “Budi membeli baju” terdiri atas konstituen Budi, membeli, dan baju. Dalam tataran yang lebih sempit, konstituen terdiri atas pusat dan atribut, misalnya dalam kalimat bagian intinya adalah predikat, sedangkan bagian-bagian lainnya hanyalah atribut. Hal tersebut dikarenakan predikat merupakan penentu status kalimat. Dalam konstituen yang berupa frase terdapat bagian inti dan atribut, misalnya frase “di rumah” bagian inti adalah rumah dan atributnya adalah di.

Berikut adalah contoh kesalahan berupa frase.
1. *Kebanyakan siswa membawa handphone ke sekolah.

Pada kalimat di atas “kebanyakan siswa” merupakan sebuah frase. Bagian inti adalah siswa dan atributnya adalah “kebanyakan”. “Kebanyakan”, dalam konteks apa pun, bermakna terlalu banyak, misalnya “Masakan sangat asin karena kebanyakan garam” atau “Kebanyakan begadang bikin pusing”. Jadi, apabila digabung dengan bagian inti, seharusnya makna frase pada contoh di atas menjadi terlalu banyak siswa.

Kasus tersebut adalah salah satu contoh merupakan pemengaruhan bahasa Inggris dalam bahasa Indonesia. Kebanyakan + inti merupakan hasil pemengaruhan kata most of (bahasa Inggris), misalnya “most of viewers” atau “Most of students”! Solusi terhadap permasalahan ini sebenarnya sangat sederhana, yakni mengubahnya menjadi frase “sebagian besar” atau bisa juga “mayoritas”. Oleh karena itu, struktur frase akan berubah pula menjadi sebagian besar siswa atau “mayoritas siswa”. Memang ada perubahan karena tidak sesuai kaidah terjemahan word to word (kata per kata) untuk “sebagian besar” atau etimologis kata yang tidak sesuai untuk “mayoritas” (mayoritas berasal dari bahasa Inggris “majority”), namun ini lebih berterima.

Bagaimanapun juga, kaidah makna yang dikandung oleh satu struktur bahasa dengan bahasa lain jelas berbeda. Yang paling gampang contoh ketidaksamaan struktur adalah bahwa bahasa Inggris selalu memerlukan subjek dalam klausa, sedangkan dalam bahasa Indonesia tidak selalu demikian karena subjek dapat dilesapkan, baik dalam klausa maupun kalimat (terutama dalam bidang sastra).

Kesalahan berbahasa: Penggunaan kata “di mana”


Awalnya, “di mana” merupakan kesalahan penerjemahan kata “where” yang salah satu fungsi utamanya dalam bahasa Inggris adalah sebagai konjungsi antarklausa. Dalam berbagai media, seringkali muncul kesalahan ini. Di bawah ini adalah contoh kesalahan terjemahan, yakni terjemahan buku The Aroma of Success― Evita Zoraya.
2. Don’t think this like caffeine where you do need more and more shots.
*Jangan menyamakan ini seperti kafein di mana Anda perlu terus-menerus meminumnya.
3. Have you ever in a situation where you panic?
*Pernahkah Anda berada dalam situasi di mana Anda panik?
Konjungsi seperti di atas kemudian diikuti oleh penulis lokal (bukan terjemahan) seperti contoh di bawah ini.
4. *Ini adalah eksperimen yang menakjubkan di mana hewan kehilangan sisi liarnya.
(www.kucingkita.com)
5. *Obat tetes biasanya diteteskan di kulit pangkal kepala di bagian belakang, di mana kucing tidak bisa menjilat bagian tersebut. (www.kucingkita.com)

Pada dua contoh tersebut “di mana” digunakan untuk menyambung klausa pertama dengan klausa kedua.

Pada kalimat (2)
Klausa pertama : Jangan menyamakan ini seperti kafein
Klausa kedua : Anda perlu terus-menerus meminumnya
Pada kalimat (3)
Klausa pertama : Pernahkah Anda berada dalam situasi
Klausa kedua : Anda panik
Pada kalimat (4)
Klausa pertama : Ini adalah eksperimen yang menakjubkan.
Klausa kedua : hewan kehilangan sisi liarnya.
Pada kalimat (5)
Klausa pertama : obat tetes biasanya diteteskan di kulit pangkal kepala di bagian belakang
Klausa kedua : kucing tidak bisa menjilat bagian tersebut

Sejatinya dalam bahasa Indonesia kalimat ini tidak berterima. Tidak berterima hanya gara-gara kata “di mana”! Dalam bahasa Inggris “where” (di mana), selain digunakan sebagai kata tanya, lazim dan baku pula digunakan sebagai konjungsi antarklausa. Namun, tidak demikian halnya dengan bahasa Indonesia. “Di mana” bukanlah konjungsi antarklausa dalam bahasa Indonesia. Adapun konjungsi yang berterima dalam bahasa Indonesia adalah “karena”, “sebab”, “sehingga”, “maka”, dan lain-lain. Dalam bahasa Inggris, hal semacam ini merupakan permasalahan grammar. Tidak berbeda dengan bahasa Inggris, bahasa Indonesia pun sebenarnya punya grammar, tetapi strukturnya berbeda dengan bahasa Inggris. Uniknya, karena tahu bahwa di mana merupakan kata tanya, banyak media kemudian menuliskannya menjadi “dimana”. Penggabungan dua kata ini mungkin maksudnya untuk membentuk konjungsi baru yang sepadan dengan “where” dalam bahasa Inggris. Padahal kondisi tersebut semakin memperparah kesalahan yang ada karena konjungsi yang salah berupa frase itu malah dijadikan menjadi kata majemuk.

Solusi

2.a Jangan menyamakan ini seperti kafein yang perlu Anda minum terus-menerus.
3.a Pernahkah Anda berada dalam situasi panik?
4.a Ini adalah eksperimen yang menakjubkan karena hewan kehilangan sisi liarnya.
5.a Obat tetes biasanya diteteskan di kulit pangkal kepala di bagian belakang sehingga kucing tidak bisa menjilat bagian tersebut.

Pembentukan frase dan konjungsi yang mengikuti pola bahasa Inggris tidak hanya itu saja, masih ada “itu sendiri”, “yang mana”, “dan lain sebagainya”, dan lain-lain. Kesalahan semacam di atas, awalnya, sangat lazim muncul dalam setiap penerjemahan buku-buku asing dan hasil liputan wartawan asing (misalnya Reuter atau AFP). Buku-buku serta media massa asing yang diterjemahkan di Indonesia hampir seluruhnya berbahasa Inggris. Tak ayal, seringkali tanpa sadar, penutur ataupun penulis lokal yang akrab dengan bahasa Inggris menggunakan struktur bahasa tersebut. Banyak akademisi dan wartawan yang kurang menguasai bahasa Indonesia, menerapkan kaidah-kaidah asing dalam berbahasa Indonesia.

Sudah semestinya para penerjemah lebih kompeten dalam berbahasa Indonesia. Mereka ada di barisan terdepan. Dari merekalah buku-buku kuliah dan umum tersebut diterjemahkan kemudian dipakai untuk mengajar dan menulis berita. Hiraukan kesejajaran sintaktik karena salama ini mayoritas masih saja menggunakan struktur bahasa Inggris (Bsu) yang dipaksakan ke dalam bahasa Indonesia (Bsa). Alhasil teks Bsa tersebut sangat terasa Inggrisnya, padahal sebelumnya struktur tersebut tidak terdapat dalam bahasa indonesia. Kemudian hasil terjemahan sampai ke media massa sehingga akademisi maupun orang awam pun mengikutinya. Akibatnya, terjadilah salah kaprah. Lalu, merembet media cetak dan elektronik nasional.


Keterangan:
* merupakan kalimat yang tidak berterima atau tidak gramatikal dalam bahasa Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar