123conter

Minggu, 01 November 2009

sedikit permasalahan morfologis bahasa Indonesia

ini kuambil dari potongan catatanku sendiri (yg mau kukirim ke koran tempo tapi blum jadi dikirim):

Dengan banyaknya keluhan, Pusat Bahasa kemudian mengeluarkan KBBI lagi, yakni edisi 2008. semua orang kemudian berharap KBBI terakhir sebagai pemecahannya, namun sayang sekali tak jua menyelesaikan persoalan. Malah menambah persoalan.

Sebagai contoh, masih menjadi perdebatan, yang baku adalah “memerhatikan” atau “memperhatikan”, “memedulikan” atau “mempedulikan”, dan “memengaruhi” atau “mempengaruhi”. Bila menilik KBBI 2008, asal kata-kata tersebut adalah “hati”, “peduli”, dan “pengaruh”.

Dalam KBBI 2003 asal kata adalah “perhatikan”, namun berubah menjadi “hati” pada edisi selanjutnya. Oleh karena itu, hasil proses morfologis yang tepat pada kata “hati” adalah “memperhatikan”, atas dasar perubahan "hati" -> "perhatikan" -> "memperhatikan". Namun, saya tidak setuju. Saya lebih condong memilih KBBI 2003. Meskipun secara etimologis benar, namun asumsi saya, "perhatikan" adalah sebuah kata tersendiri, sama dengan "perhatian". Juga, tidak ada hubungan sama sekali antara makna “hati” dengan “memperhatikan”, bandingkan dengan kata “tonton” menjadi “mempertontonkan”.

Sedikit catatan berdasarkan etimologi dua kata: "pengartian" dan "pengertian". Pada awalnya penggunaan kata dasar kedua kata tersebut dianggap sama dalam bahasa Melayu, yakni disebut "arti" atau "erti". Kedua kata itu sama saja secara makna; perbedaan yang muncul hanya karena perbedaan dialek. Namun, kemudian bercabang menjadi dua makna dan dua macam bentuk saat mendapatkan afiksasi.

Makna “tonton” bersinonim dengan “lihat”, namun ia merupakan kata benda (nomina). “Tonton” bila mendapatkan afiksasi memper-kan akan menjadi "mempertontonkan". “Hati” secara denotasi sama dengan kata “jantung”, namun secara konotasi berarti “perasaan”. Pada “memperhatikan”, makna “hati” seolah-olah hilang oleh proses morfologis. Padahal, proses morfologis hanya mengubah status kata, misalnya nomina menjadi verba, seperti tertera pada kata “tonton” -> “mempertontonkan”.

Hemat saya, penambahan khazanah kebahasaan dalam kasus ini dibedakan dari etimologi. Saya setuju bahwa “perhatikan” adalah sebuah kata yang dapat berdiri sendiri, bukan atas dasar afiksasi yang dikenai pada "hati", bukan pula“perhati” yang oleh sebagian orang dianggap morfem terikat. Bila permasalahan kata “memerhatikan” atau “memperhatikan” ini selesai, permasalahan serupa akan selesai pula, yakni “peduli”, bukan “duli” dalam “memedulikan" dan bukan “aruh” melainkan “pengaruh” dalam “memengaruhi”.

Selain permasalahan di atas, masih banyak lagi. Menurut saya, itu masih di tingkat morfologis, belum ke paparan sintaksis. Bila mempelajari perkembangan sintakmatik bahasa Indonesia dalam beberapa dasawarsa terakhir, akan ditemui sejumlah kejanggalan. Salah satunya adalah karena adanya interferensi bahasa Inggris terhadap bahasa Indonesia.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar